Jumat, 03 Februari 2012

Langsung Bicarakan Saja, daripada..........

Tanpa kita sadari, manusia lebih banyak mengeluhkan apa yang terjadi tidak pada tempatnya. 
Sehingga banyak persepsi persepsi yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya. 

Manusia tidak ada yang sempurna. Seharusnya kita menjadi hijab untuk umat muslim lainnya....  

Sekarang lebih baik bicarakan langsung dengan yang bersangkutan agar tidak ada yang saling mengganjal kemudian hari, hingga menimbulkan prasangka buruk.....   

Minggu, 25 Desember 2011

@dinda page 1

Dag dig dug, degub jantung  semakin cepat seiring waktu itu datang. Perasaan itu akhirnya mencair, tatkala suara beberapa rombongan itu datang sambil membawa beberapa bingkisan.  Langkah awal untuk perjalanan hidup adinda yang jauh lebih berkah dan ridlo tatkala kekasihnya datang bersama keluarganya untuk meminangnya.  

Hati adinda semakin berbunga bunga, saat keluarga sang kekasih menyampaikan maksud hati untuk serius dan berencana meminangnya dalam waktu dekat. Dengan jawaban yang sangat mantap, adinda membalas pertanyaan itu " Saya bersedia menikah dan menjadi istri mas". subhanallah, amien.......

Ternyata meskipun baru bertemu dan belum lama kenal dengan kekasihnya tersebut, hati adinda sangat mantap untuk berjanji menjadi istri yang solehah. 

Minggu, 11 Desember 2011

MENYENTUH ISTRI BISA MEMBATALKAN WUDHU?


MENYENTUH ISTRI: MEMBATALKAN WUDHU?


Jawab:
Para ulama fikih berselisih pendapat tentang masalah ini sehingga terpolar menjadi berbagai pendapat yang cukup banyak. (Lihat Al-Majmu’ 2/34 Imam Nawawi). Di sini kami akan sebutkan tiga pendapat saja:
.
Pendapat Pertama: Menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat atau tidak, tetapi kalau ada pembatasnya seperti kain, maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini populer dalam madzhab Syafi’i. Pendapat berhujjah dengan berbagai argumen, yang paling masyhur dan kuat adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’: 43.

أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ

Atau kamu telah berjima’ dengan istri. (QS. An-Nisa’: 43).
Mereka mengartikan kata لاَمَسْتُمُ dalam ayat tersebut dengan menyentuh. (Lihat Al-Umm 1/30 oleh Imam Syafi’i dan Al-Majmu’ 2/35 oleh Imam Nawawi).
.
Pendapat Kedua: Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat maupun tidak berdasarkan beberapa dalil berikut:
  • Dalil Pertama:
Asal wudhu seorang adalah suci dan tidak batal sehingga ada dalil yang mengeluarkan dari hukum asalnya, sedangkan hal itu tidak ada, padahal kita ketahui bersama bahwa menyentuh isteri adalah suatu hal yang amat sering terjadi. Seandainya itu membatalkan wudhu, tentu Nabi n akan menjelaskan kepada umatnya dan masyhur di kalangan sahabat, tetapi tidak ada seorangpun dari kalangan sahabat yang berwudhu hanya karena sekedar menyentuh istrinya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/235).
  • Dalil Kedua:
Dari Aisyah d bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya kemudian keluar menuju shalat dan tidak berwudhu lagi. Saya (Urwah) berkata: Tidaklah dia kecuali anda kan? Lalu Aisyah tertawa. (Shahih. Riwayat Tirmidzi: 86, Abu Dawud: 178, Nasa’i: 170, Ibnu Majah: 502 dan dishahihkan Al-Albani dalam Al-Misykah: 323. Lihat pembelaan hadits ini secara luas dalam At-Tamhid 8/504 Ibnu Abdil Barr dan Syarh Tirmidzi 1/135-138 Syaikh Ahmad Syakir).
Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu sekalipun dengan syahwat. Demikian ditegaskan oleh Syaikh Al-Allamah As-Sindi dalam Hasyiyah Sunan Nasa’i 1/104.
  • Dalil Ketiga:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya pernah tidur di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud maka beliau menyentuhku lalu sayapun mengangkat kedua kakiku, dan bila beliau berdiri, maka aku membentangkan kedua kakiku seperti semula. (Aisyah) berkata: “Rumah-rumah saat itu masih belum punya lampu”. (HR. Bukhari: 382 dan Muslim: 512).
Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu. Adapun takwil Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/638 bahwa kejadian di atas bisa jadi karena ada pembatasnya (kain) atau kekhususan bagi Nabi, maka takwil ini sangat jauh sekali dari kebenaran, menyelesihi dhahir hadits dan takalluf (menyusahkan diri). (Periksa Nailul Authar Asy-Syaukani 1/187, Subulus Salam As-Shan’ani 1/136, Tuhfatul Ahwadzi Al-Mubarakfuri 1/239, Syarh Tirmidzi Ahmad Syakir 1/142).
  • Dalil Keempat:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pada suatu malam saya pernah kehilangan Rasulullah n dari tempat tidur maka saya mencarinya lalu tanganku mengenai pada kedua punggung kakinya yang tegak, beliau shalat di masjid seraya berdoa: “Ya Allah saya berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu…”. (HR. Muslim: 486).
Hadits ini menunjukkan bahwa istri menyentuh suami tidaklah membatalkan wudhu. Adapun takwil Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 4/152 bahwa kejadian tersebut bisa jadi karena ada pembatas kainnya, maka menyelisihi dhahir hadits. (Lihat At-Tamhid 8/501 Ibnu Abdil Barr dan Tafsir Al-Qurthubi 5/146).
  • Dalil Kelima:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pernah Rasulullah n melakukan shalat sedangkan saya tidur terbentang di depannya layaknya jenazah sehingga apabila beliau ingin melakukan witir, maka beliau menyentuhku dengan kakinya”.
(HR. Nasai 1/102/167. Imam Za’ilai berkata: “Sanadnya shahih menurut syarat shahih dan dishahihkan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ 2/35).
Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu dengan kaki atau anggota badan lainnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis hal. 48: “Sanadnya shahih, hadits ini dijadikan dalil bahwa makna “Laamastum” dalam ayat adalah jima’ (berhubungan) karena Nabi menyentuh Aisyah dalam shalat lalu beliau tetap melanjutkan (tanpa wudhu lagi -pent)”.
.
Pendapat Ketiga:
Memerinci:
  • Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan
  • Tidak batal apabila tidak dengan syahwat.
Dalil mereka sama seperti pendapat kedua, tetapi mereka membedakan demikian dengan alasan
“Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan”.
(Lihat Al-Mughni 1/260 Ibnu Qudamah).
Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua yaitu
Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu baik dengan syahwat ataupun tidak,kecuali apabila mengeluarkan air mani dan madhi maka batal wudhunya
Atau minimal adalah pendapat ketiga.
Adapun pendapat pertama, maka sangat lemah sekali karena maksud ayat tersebut adalah jima’ berdasarkan argumen sebagai berikut:
  1. Salah satu makna kata لَمَسَ dalam bahasa Arab adalah jima’ (Al-Qamus Al-Mukhith Al-Fairuz Abadi 2/259).
  2. Para pakar ahli tafsir telah menafsirkan ayat tersebut dengan jima’ diantaranya adalah sahabat mulia, penafsir ulung yang dido’akan Nabi, Abdullah bin Abbas, demikian pula Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab, Mujahid, Thawus, Hasan Al-Bashri, Ubaid bin Umair, Said bin Jubair, Sya’bi, Qotadah, Muqatil bi Hayyan dan lainnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/550). Pendapat ini juga dikuatkan Syaikh ahli tafsir, Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 5/102-103 dan Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid
  3. Mengkompromikan antara ayat tersebut dengan hadits-hadits shahih di atas yang menegaskan bahwa Rasulullah n menyentuh bahkan mencium istrinya (Aisyah) dan beliau tidak berwudhu lagi.
  4. Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid 8/506 dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Talkhismenukil dari Imam Syafi’i bahwa beliau berkata: “Seandainya hadits Aisyah tentang mencium itu shahih, maka madzhab kita adalah hadits Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam”. Perkataan serupa juga dikatakan oleh Imam Al-Baihaqi, pejuang madzbab Syafi’i. Hal ini menunjukkan bahwa kedua imam tersebut tidak menetapkan bahwa maksud لاَمَسْتُم dalam ayat tersebut bermakna “Menyentuh” karena keduanya menegaskan seandanya hadits Aisyah shahih, maka beliau berdua berpendapat mengikuti hadits. Seandainya kedua imam tersebut berpendapat seperti hadits, maka mau gak mau harus menafsirkan ayat tersebut bermakna “jima” sebagaimana penafsiran yang shahih. (Syarh Tirmidzi 1/141 oleh Syaikh Ahmad Syakir).
Demikianlah jawaban yang kami yakini berdasarkan dalil-dalil yang shahih, bukan fanatik madzhab dan mengikuti apa kata banyak orang. Semoga Allah menambahkan ilmu dan memberikan keteguhan kepada kita. Wallahu A’lam.

Selasa, 06 Desember 2011

A self reflection for husbands

1. Kakek berkata, hargai istrimu sebagaimana engkau menghargai ibumu, sebab istrimu juga seorang ibu dari anak-anakmu.

۞ *•.¸.•*۞

2. jika marah boleh tidak berbicara dengan istrimu, tapi jgn bertengkar dengannya (membentaknya, mengatainya, memukulnya)

۞ *•.¸.•*۞

3. jantung rumah adalah seorang istri. Jika hati istri mu tidak bahagia maka seisi rumah akan tampak seperti neraka (tidak ada canda tawa, manja, perhatian). Maka sayangi istrimu agar dia bahagia dan engkau akan merasa seperti di surga.

۞ *•.¸.•*۞

4. besar atau kecil gajimu, seorang istri tetap ingin diperhatikan. Dengan begitu maka istrimu akan selalu menyambutmu pulang dengan kasih sayang.

۞ *•.¸.•*۞

5. 2 org yg tinggal 1 atap (menikah) tidak perlu gengsi, bertingkah, siapa menang siapa kalah. Karena keduanya bukan untuk bertanding melainkan teman hidup selamanya.

۞ *•.¸.•*۞

6. diluar banyak wanita idaman melebihi istrimu. Namun mereka mencintaimu atas dasar apa yg kamu punya sekarang, bukan apa adanya dirimu. Saat kamu menemukan masa sulit, maka wanita tersebut akan meninggalkanmu dan punya pria idaman lain dibelakangmu.

۞ *•.¸.•*۞

7. banyak istri yang baik. Tapi diluar sana banyak pria yang ingin mempunyai istri yg baik dan mereka tdk mendapatkannya. Mereka akan menawarkan perlindungan terhadap istrimu. Maka jangan biarkan istrimu meninggalkan rumah karena kesedihan, Sebab ia akan sulit sekali untuk kembali..:'(

bout Dee.........

Halaman pertama awal perjalanan baruku.....
Semua di awali dengan rasa syukurku kepada Tuhan....
Kemarin banyak perjalanan yang tidak mudah harus aku lalui.....
Sekarang dee justru jauh merasa jauh lebih baik dan bersyukur......

Perjalanan kemarin telah mendewasakan ku.......

Terimakasih Allah, dengan Ridlo-Mu dee bisa tetap bertahan hingga detik ini ....